Tips Bermain Saham untuk Pemula

Saham dapat memberikan imbal hasil yang besar, tetapi mempunyai tingkat resiko yang relatif tinggi dibandingikan dengan investasi properti, reksadana maupun emas. Saya sendiri mulai berkecimpung di dunia saham sejak tahun 2013 dan cukup banyak melakukan kesalahan. Untuk itu saya ingin membagi sekilas tip bagi Anda yang ingin berinvestasi agar tidak mengulanginya lagi:

Diversifikasi

Diversifikasi sangat perlu dilakukan apabila Anda pemula untuk mengurangi resiko non sistemik.

Diversifikasi Modal. Dalam melakukan transaksi, sebaiknya dilakukan pembagian berdasarkan persentase modal, misalnya 20%, 10%, 5%, 2.5%. Artinya jumlah perusahaan dalam portofolio bisa 5, 10, 20 hingga 40. Apabila sangat yakin saham prospektif, maka katakanlah maksimal 20% dari dana. Apabila masih masuk awal, bisa dibeli dengan 2.5% dan wait and see untuk ditingkatkan/dikurangi tergantung dengan perkembangan. Seiring waktu dan pengalaman yang semakin meningkat, Anda dapat meningkatkan maksimal dana tersebut (diversifikasi terbatas), katakanlah menjadi 40% dari portofolio apabila Anda sangat yakin dengan prospek ke depannya.

Diversifikasi Sektor/Sub Sektor. Saham di BEI terdiri dari 9 sektor. Ada baiknya pilih minimal 3 sektor dalam satu kali waktu. Apabila ada sektor mengalami penurunan maka dapat dikompensasikan dengan sektor lainnya.

Diversifikasi tipe saham. Saham mempunyai karakteristik yang berbeda. Pada dasarnya, ada 2 jenis saham yang layak dikoleksi: saham pertumbuhan (growth stock) dan saham nilai (value stock). Sedangkan saham yang terlalu mahal ataupun sudah tidak bernilai (saham gorengan) sebaiknya dihilangkan. Saya sendiri sebelum membeli saham, menampungnya dulu ke dalam watchlist. Buatlah beberapa jenis watchlist, misalnya berdasarkan kriteria berikut: value investing, growth, fallen (temporary problem), dan dividen. Apabila harganya cukup menarik, maka dapat dilanjutkan dengan meneliti lebih lanjut perusahaan tersebut termasuk membaca laporan tahunan, public expose dan prospektus. Apabila memang yakin bisnisnya bagus maka dilakukan pembelian.

Behavior Finance

Dalam transaksi saham, kita adalah musuh yang palin besar untuk diri sendiri. Tipsnya sebagai berikut:

Waktu. Tentukan berapa lama saham akan ditahan. Apabila saham akan ditahan rata-rata 3 bulan, 6 bulan atau 1 tahun maka rata-rata volume transaksi adalah berturut-turut 4x, 2x dan 1x dalam setahun. Jangan melenceng dari rencana yang sudah ditetapkan. Contoh kriteria hold:

  1. 0-3 bulan adalah jangka pendek
  2. 3-12 bulan jangka menengah 1 (menengah pendek)
  3. 12-24 bulan jangka menengah 2 (menengah panjang)
  4. >24 bulan adalah jangka panjang.

Running trade. Batasi mengintip harga saham, karena itu adalah awal kita menjadi gatal untuk bertransaksi/mengubah posisi. Itu juga penanda analisis yang kita lakukan sebelum membeli saham kurang maksimal. Ingat bahwa 1x transaksi jual dan beli bisa memakan biaya hampir 0.5%. Sekilas terlihat kecil, tetapi apabila sering melakukan transaksi, katakanlah 10x dari portofolio dalam setahun, maka biayanya adalah 5% per tahun (hampir mendekati bunga deposito).

Transaksi jual. Jangan terlalu cepat merealisasikan keuntungan apabila harga saham masih murah dibanding nilai intrinsik. Jangan terlalu lama menahan kerugian apabila nilai intrinsik sudah berubah apalagi banyak saham lain yang lebih murah untuk switching.

Jangan lupa kuncinya berinvestas: baca, baca dan berpikir secara rasional!

Selamat berinvestasi!

ETF Indonesia

Di sela-sela liburan ini, saya masih menyempatkan untuk upgrade knowledge terkait dengan sekuritas. Eng ing eng, nemu Exchange Trade Fund (ETF) Indonesia yang terdiri dari saham-saham di BEI di link http://etfdb.com/type/region/emerging-asia-pacific/indonesia/. Ada dua ETF: IDX dan EIDO dengan return YTD (Januari-Agustus) berkisar >12%. Sebuah hasil yang sangat bagus.

ETF

Saham favorit saya sebenarnya small cap yang biasanya di luar LQ45. Mulai muncul ide untuk diversifikasi saham. Katakanlah dengan memasukkan 20%-50% portofolio ke dalam saham-saham ini misalnya diambil 5-10 irisan saham dengan bobot terbesar. Bagaimana menurut Anda?

  1. TLKM
  2. BBCA
  3. BBRI
  4. BMRI
  5. ASII
  6. UNVR
  7. BBNI
  8. UNTR
  9. INDF
  10. KLBF

Happy Value Investing!

Value Investing VS Value Speculating?

Apa itu value investing?

Akhir-akhir ini, istilah value investing seperti mulai menjadi tren. Apa itu sesungguhnya value investing? Kutipan dari investopedia:

Value investing is an investment strategy where stocks are selected that trade for less than their intrinsic values. Value investors actively seek stocks they believe the market has undervalued. Investors who use this strategy believe the market overreacts to good and bad news, resulting in stock price movements that do not correspond with a company’s long-term fundamentals, giving an opportunity to profit when the price is deflated. 
Investopedia

Sedangkan dari Wikipedia, definisinya dapat dilihat sebagai berikut:

Value investing is an investment paradigm which generally involves buying securities that appear underpriced by some form of fundamental analysis,[1] though it has taken many forms since its inception. It derives from the ideas on investment that Benjamin Graham and David Dodd began teaching at Columbia Business School in 1928 and subsequently developed in their 1934 text Security Analysis.
– Wikipedia

Jadi pada dasarnya, value investor percaya bahwa ada ketidakefisien pasar. Artinya, terdapat perbedaan nilai dan harga dari saham.

Price is what you pay. Value is what you get.
– Warren Buffett

Value investor berusaha untuk menentukan nilai saham, tentunya dengan perhitungan dan analisis yang berbeda-beda. Apabila harga saham di pasar lebih rendah daripada nilainya, dengan selesih lebih besar daripada Margin Of Safety (MOS), maka saham itu layak untuk dibeli.

value-investing

http://easy-stock-market.com/value-investing

Spekulasi vs Investasi

Penulis melihat metode penilaian saham value investing telah digunakan untuk spekulasi. Hal ini akan berbahaya apabila kita tidak tahu apakah sedang berspekulasi atau berinvestasi. Untuk itu kita perlu tahu dulu apakah kita sedang berinvesati atau berspekulasi.

Nah, apa perbedaan investasi dan spekulasi? Perbedaan keduanya bisa dilihat dari ciri-cirinya, antara lain:

  • Resiko. Spekulasi cenderung mempunyai resiko yang tinggi dibandingkan investasi. Tujuan utamanya adalah mendapatkan gain secepat dan sebanyak mungkin. Sedangkan investasi melihat resiko terlebih dahulu untuk mengamankan modal. Tidak terbuai dengan imbalan hasil saja.

    The first rule is not to lose. The second rule is not to forget the first rule. – Warren Buffett

  •  Timeframe. Spekulasi cenderung mempunyai timeframe yang pendek dibandingkan dengan investasi. Untuk mendapatkan hasil berupa keuntungan, perusahaan membutuhkan waktu yang cukup, bisa bertahun-tahun. Tidak bisa hanya sebulan dua bulan apalagi sehari-dua hari.

    Our Favorite Holding Period Is Forever.
    – Warren Buffett

  • Penggunaan. Spekulator tidak berminat dengan barang yang dia beli. Tujuan utamanya adalah menjual dengan harga lebih tinggi. Andaikan membeli rumah, maka spekulator tidak berniat mengambil manfaat dari rumah tersebut. Padahal rumah dapat ditempati atau disewakan untuk menghasilkan passive income. Sedangkan dalam saham, spekulator tidak terlalu melihat di balik saham tersebut. Tidak peduli dengan PER, PBV, ROE yang penting adalah respon pasar bahwa dalam jangka pendek ada kemungkinan harga naik tajam. Tentu sikap mental ini bisa membahayakan. Karena tidak tertarik dengan barang yang dibeli, maka spekulator bisa kurang hati-hati memilih saham. Harga memang bisa naik secara tajam apabila masih ada orang yang lebih bodoh yang mau membelinya (greater fool theory).  Tetapi setelah pesta bubar dan telat masuk, maka habis sudah.

    There are two times in a man’s life when he should not speculate: when he can’t afford it, and when he can.
    Mark Twain

  • Mental. Uji mental akan dialamai apabila saham yang dibeli ternyata harganya terus turun. Value investor yang sesungguhnya tidak akan menjadi takut oleh Mr Market. Apabila FAKTA masih valid dan yakin dengan analisis nilai dari saham, maka saham akan terus dihold. Sedangkan apabila kondisi perusahaan memang telah berubah atau ada informasi baru yang membuat nilai saham berubah, value investor siap menjual saham tersebut. Berbeda denga spekulator, karena analisis secara asal dan ikut-ikutan, maka begitu harga turun hilanglah pondasi keyakinannya. Dia akan terombang-ambing dan menahan harga mungkin hanya berdasarkan perasaan saja. Karena tidak mau rugi, akhirnya nyangkutlah saham tersebut.

    In the short run, the market is a voting machine but in the long run, it is a weighing machine.
    – Benjamin Graham

Menggunakan analisis nilai saja tidak cukup. Kita harus benar-benar tahu apa yang kita kerjakan, apakah berspekulasi ataukah berinvestasi. Adalah berbahaya apabila mencampurkan keduanya. Kita berpikir sedang melakukan investasi, tetapi yang dilakukan malahan spekulasi.

Short Trem Value Investing 

Value investing masih bisa diterapkan dalam jangka pendek. Yaitu apabila harga saham telah melebihi nilainya meskipun baru beberapa waktu. Maka tidak salah juga apabila saham tersebut kita jual untuk mengatur ulang portofolio. Karena hasil dari penjualan saham dapat digunakan untuk membeli saham lain yang mempunyai MOS lebih besar. Tetapi jangan terjebak, mindset harus tetap jangka panjang. Jangan membeli saham apabila kita tidak dapat melihat perusahaan akan jauh lebih besar setelah 5, 10, 20 tahun.

Salam value investing!

 

Tips Memilih Saham

Tidak Semua Saham Sama

Saham hampir mirip seperti barang dalam kehidupan kita sehari-hari. Ada yang kualitasnya bagus, ada juga yang buruk. Ada yang harganya mahal, ada juga yang murah. Semua orang tentu penginnya mempunya saham bagus dengan harga yang murah. Apes banget apabila dapatnya saham buruk dengan harga yang mahal pula. Dalam memilih saham untuk dibeli, kualitas dan harga tentu menjadi pertimbangan besar.

Hold lama? Maka perusahaan haruslah bagus

Time is the friend of the wonderful company, the enemy of the mediocre.
Warren Buffett

Demikan petuah dari Warren Buffett. Semakin lama kita berniat memegang saham, katakanlah selama beberapa bulan bahkan tahun, maka kualitasnya pun harus semakin bagus. Apabila tidak, maka sia-sialah penantian kita karena kinerja perusahaan hanya akan segitu-segitu saja. Kalah dengan perusahaan lain yang lebih berkualitas.

Dari mana kita tahu perusahaan bagus?

Ada banyak cara untuk melihat kinerja perusaahaan. Paling mudah dan cepat dapat dilihat dari nilai Return On Equity (ROE) atau tingkat pengembalian modal. Semakin tinggi ROE, maka semakin cepat pula perusahaan mendapatkan modalnya kembali. Namun perlu diingat ROE adalah data historis (masa lalu).

Saya sendiri hanya memilih perusahaan dengan ROE paling tidak berkisar 10% untuk kondisi normal. Bunga deposito saja bisa 6% setahun. Tentu wajar perlu ada tambahan gain mengingat adanya resiko tambahan di saham dibandingkan deposito. ROE masih bisa di bawah itu apabila ada kondisi khusus, misalnya perusahaan dihargai sudah terlalu  murah atau ada kemungkinan kinerja perusahaan meningkat di masa depan.

Analisis Kualitatif: Kunci melihat masa depan

In the business world, the rearview mirror is always clearer than the windshield. Warren Buffettt

Melihat masa lalu tidaklah cukup. Untuk memprediksi perusahaan di masa depan, kita harus mampu melakukan analisis yang lebih bersifat non angka (kualitatif). Tentunya tidak semudah dan sepasti analisis kuantitaif. Tidak ada rumus eksak untuk menentukan kinerja perusahaan dengan pasti. Yang dapat diandalkan adalah akal sehat (common sense) yang bisa dikombinasikan dengan skenario optimis, pesimis dan realistis.

Ada banyak analisis yang dapat dilakukan untuk menghasilkan kesimpulan. Langkah awal, kita dapat melihat kualitas manajemen dalam menjalankan usaha. Siapakah orang dibalik perusahaan tersebut. Apakah mereka mempunyai integritas, kapabilitas dan energi. Bagaimana track recordnya. Meniru istilah lokasi, lokasi, lokasi dalam dunia properti; Lo Kheng Hong  menyarankan manajemen, manajemen, manajemen. Selain itu, analisis sektor industri dari perusahaan dan bagaimana perusahaan menghadapi persaingan (moat) merupakan hal yang krusial dan wajib dilakukan.

Selamat berinvestasi!

Bahaya Investasi Saham

Media dan analisis banyak menggembar-gemborkan manisnya investasi saham. Sayangnya tidak terlalu banyak yang menyoroti resiko dari investasi saham. Mari kita bahas sekilas agar tidak terjebak.

Investasi saham bisa berbahaya?

Betul, ada beberapa jenis saham yang berbahaya apabila masuk ke dalam portofolio Anda. Apabila terlalu fokus terhadap potensi keuntungan dari naik naik turunnya harga saham dalam jangka pendek, misalnya melalui analisis teknikal saja, kita bisa tergiur keuntungan sesaat dan lupa performa perusahaan dan prospek ke depannya.
Untuk itu: Pastikan PALING TIDAK mengetahui nilai PER dan PBV dari saham perusahaan portofolio. Dengan demikian kita jadi jadi tahu apakah perusaahaan rugi/laba serta murah/mahalnya saham tersebut.

Saham apa saham saja yang berbahaya untuk dijadikan investasi?

Di Bursa Efek Indonesia, tidak semua saham layak dikoleksi, bahkan banyak yang berbahaya untuk investasi. Saham ini tidak layak dibeli. Bahkan apabila market dalam kondisi bullish pun, harganya bisa turun. Saham yang berbahaya antara lain:

  • Perusahaan merugi. Bahkan setelah beberapa periode tanpa adanya potensi pembalikan keadaan. Jauhi saham ini kecuali anda punya KOMPETENSI menilai bisnis perushaan ke depan. Yang pasti bukan untuk pemula/NEWBIE.
  • Saham yang pernah disuspend karena tidak menaati regulasi, misalnya sering telat memberikan laporan. Tentunya kapabilitas dan integritas manajemen dipertanyakan.
  • Saham dengan return rendah, bisa dilihat melalui rasio keuangan seperti ROE. Hal ini dapat terjadi apabila sektor industri yang meredup atau perusahaan tidak cukup mampu bersaing sehingga harus menjual produk lebih murah. Apabila ROE < bunga deposito ngapain kita mengambil risk tambahan, mending masukin ke deposito kan.
  • Harga saham yang senantiasa turun terus hingga perusahaan melakukan reverse stock beberapa kali.
  • Saham yang jarang atau bahkan tidak pernah membagi dividen dengan alasan yang kurang dapat diterima. Buat apa investor menyimpan saham bertahun-tahun kalau tidak ada imbal balik? Kecuali memang apabila perusahaan ekspansif atau hutangnya cukup banyak sehingga perlu dicicil.
  • Adanya Laba yang cukup besar yang bukan berasal dari core bisnis/laba operasi. Ini adalah WARNING, karena bisa jadi ada semacam trik akuntansi untuk menimbulkan kesan seolah-olah perusahaan tetap mempunyai performa bagus.

    Seperti kata Warren Buffett, merampok dengan pena itu lebih mudah, aman dan efektif daripada merampok dengan pistol!

  • Harga saham yang anomali. Harganya terlalu tinggi dan tidak cukup masuk akal dilihat dari PBV dan PER. Misalnya ada perusahaan dengan PER 50 tetapi potensi pertumbuhannya kecil. PER 50 artinya harga saham adalah 50 x laba setahun. Apa anda mau menunggu 50 tahun untuk balik modal?

Itu hanya sebagian contoh ciri-ciri saham yang tidak layak Anda koleksi. Beware investor retail!